World changing so fast.
Dari segi mana pun baik itu culture, social, habit, kesehatan, teknologi informasi, begitu juga halnya dengan dunia marketing. Bahkan ketika kita baru saja mengedipkan mata, di belahan dunia lain satu unit televisi baru saja terjual ribuan pcs. Sedemikian dinamisnya pergerakan aktivitas jual dan beli dalam hanya waktu yang singkat.
Di tengah arus teknologi informasi yang berkembang saat ini, dunia marketing pun mengalami transformasi yang luar biasa. Dari yang tadinya hanya mengikuti tren yang ada, hingga menjadi suatu keharusan (necessity) agar tidak mudah tergerus oleh derasnya aliran perubahan zaman dewasa ini.
IndonesiaX sebagai organisasi nonprofit yang menawarkan platform Massive Open Online Course (MOOC) dan bergerak di bidang pengembangan edukasi dan pelatihan online di Indonesia, mengangkat Digital Marketing sebagai main topic seminar yang secara rutin diadakan oleh IndonesiaX. Seminar tersebut diadakan sebagai wujud pengabdian IndonesiaX untuk mencapai tujuannya dalam mengurangi disparitas pendidikan di Indonesia.
Sebagaimana disampaikan oleh Presiden Direktur & CEO IndonesiaX, Ibu Lucy Mangoendipoero Pandjaitan, pada event Digital Marketing : From Trend to Necessity yang diadakan pada hari Senin, 21 Agustus 2017 bertempat di Merchantile Atletic Club, World Trade Center I, Jakarta.

Dibuka oleh perwakilan dari Menteri Kominfo yang kebetulan pada saat itu tidak bisa hadir, yaitu Dirjen Aplikasi Informatika, Bapak Samuel Abrijani Pangarepan, acara seminar Digital Marketing ini dihadiri oleh pembicara-pembicara top list di bidangnya.
Diantaranya adalah :
- Bapak Hermawan Kartajaya, Founder & Chairman MarkPlus Inc. , Presiden Indonesian Council for Small Business (ICSB) dan Co Founder Asia Marketing Federation
- Bapak Tanto Surioto, Chief Enterprise & Business Solution Smartfren, Penulis “NAKED SALES”, Pakar IT dan Marketing
- Bapak Budianto Andreas Nawawi, Managing Director Paramount Enterprice, Pendiri Komunitas NurKhazanah dan Instruktur IndonesiaX, “The Art of Selling”
- Bapak Joanda Ravelim, Praktisi Digital Marketing dan Penulis “Digital Marketing In Action”

Perbedaan Digital Marketing dan Traditional Marketing
Tidak pas rasanya membahas digital marketing tanpa kembali berkiblat pada pengertian marketing secara tradisional. Pada dasarnya marketing memiliki tujuan yang tetap sama yaitu meningkatkan awareness, menghasilkan penjualan, serta membentuk/menjalin loyalitas dengan customer. Yang membedakan antara tradisional marketing dengan digital marketing adalah metode yang digunakan.
Berikut adalah perbedaan digital marketing dan traditional marketing secara umum :
Traditional marketing
- Audiens yang dijangkau bersifat lokal, tidak dapat meraih audiens secara luas.
- Material marketing yang dihasilkan berbentuk fisik misal flyer, brosur dan lain lain sehingga memudahkan pembaca membacanya kapan saja, dan dapat menyimpannya untuk referensi di lain waktu.
- Sangat mudah dipahami untuk target segmen tertentu.
Digital Marketing
- Dapat melakukan penargetan audiens secara tepat, campaign sesuai data demografis yang ada mulai dari umur, lokasi, preferensi dll.
- Interaksi lebih meningkat bahkan dapat terjadi komunikasi dua arah antara seller dan customer
- Lebih efektif dari segi biaya
- Analisis data lebih mudah, menggunakan tools seperti Google Analytics, dll
- Hasil yang dicapai real time dan mudah diukur.
- Iklan atau ads dapat disesuaikan dan diubah-ubah, dinamis, tidak kaku.

Traditional Marketing vs Digital Marketing
See, betapa digital marketing memiliki poin yang lebih dibandingkan sistem marketing secara tradisional. Tapi bagaimana dengan pasar konvensional? Apakah dengan adanya digitalisasi marketing, pasar konvensial akan musnah. Ternyata tidak serta merta seperti itu, karena ketika strategi digital dan tradisional marketing direncanakan dan dikelola sedemikian rupa, maka keduanya akan menghasilkan impact yang lebih besar.
Bahkan marketer terkemuka, Bapak Hermawan Kertajaya menekankan betapa kuatnya pasar offline dalam mendukung pasar online agar tetap berjalan dan tidak mudah goyah. Beliau memberikan contoh ada tiga macam paradox di dunia marketing saat ini. Yaitu bagaimana online tetap harus diimbangi dengan offline, bagaimana style/gaya harus berimbang dengan substansi yang dimiliki, dan bagaimana mesin tidak dapat menggantikan peran manusia/human dan begitu juga sebaliknya.
Paradoks tersebut merupakan keniscayaan di dalam dunia marketing dewasa ini. Karena sudah banyak contoh usaha yang bergerak di bidang online terlebih dahulu tanpa memiliki usaha secara offline, akhirnya tidak bertahan lama. Begitu juga dengan usaha offline yang tidak cepat tanggap melakukan marketing secara digital, akhirnya harus menutup usahanya.
Sementara itu, Bapak Tanto Surioto, ahli IT dan marketing, berujar bahwa ada dua tantangan ( challenges) dalam digital marketing saat ini yaitu Ads (iklan) kerap di identifikasi sebagai SPAM serta kecenderungan masyarakat dewasa ini yang ketika ingin membeli sesuatu tinggal cari tahu di gugel tanya melihat iklan terlebih dahulu.
Iklan yang hard selling, terlalu blak blakan dan to the point sangat annoying dan dianggap tidak “sopan”. Banyak dari calon buyer justru sangat tidak suka menonton iklan. Bahkan orang Indonesia terkenal sangat “pelit” mengklik iklan di website atau sosial media. Apabila ada brand atau barang yang mereka inginkan, mereka lebih memilih untuk mencarinya by searching, agar tidak terkesan seakan-akan dijadikan target market dan lebih bebas menentukan pilihan.
Peran Pemerintah dalam Digital Marketing
Pemerintah pun akhirnya menyasarkan targetnya untuk membangun empire bisnis berdasarkan digital ekonomi karena selain mengedepankan inovasi dan kreativitas, capital yang digunakan juga tidak terlalu besar.
Untuk mendukung aksesbilitas internet, Pemerintah menargetkan pada tahun 2019, broadband network dapat meng-cover seluruh kota di Indonesia. Bahkan saat ini Pemerintah sedang memfokuskan membangun BTS hingga di daerah-daerah perbatasan seluruh Indonesia. Akses dan kecepatan internet merupakan main requirement dari e commerce, karena itu Pemerintah berkonsentrasi di arah sana.
Pemerintah juga berusaha membangun atmosfer yang sehat bagi pelaku bisnis e commerce dengan jalan membangun regulasi yang dapat merangkul para komunitas e commerce di Indonesia. Juga membentuk standarisasi bisnis digital sehingga semua digital platform akan ada dalam satu kode bisnis.
Selain itu Pemerintah juga memiliki program 1000 Digital Startups yaitu memberikan kesempatan untuk technopreneur agar berkembang dan membangun startups di segala bidangnya. Program ini juga bertujuan meng-encourage dan memfasilitasi perkembangan digitalisasi enterpreneurship dengan jalan memberikan funding dan workshop secara intensif.
Saat ini ada 7 isu yang menghalangi perkembangan e commerce di Indonesia, antara lain :
- Funding
- Tax
- Customer Protection
- Cyber Security
- Communication Infrastructure
- Logistics
- Education and Human Resources
Sebagai kekuatan ekonomi dunia ke 16 menurut Mc Kinsey, tentunya pemerintah tidak main-main dalam membangun e commerce di Indonesia. Apalagi peluang pasar yang begitu besar dalam bidang jasa, pertanian, perikanan, sumber daya alam dan pendidikan yang mencapai USD 0.7 triliun, menurut MP3EI ditunjang oleh penduduk usia produktif sekitar 65% atau sekitar 163 juta jiwa.
Lalu siapa sasaran empuk bagi perkembangan digital marketing di Indonesia saat ini ?
Generasi Z jawabannya…

Generasi Z
Generasi Z merupakan generasi yang pada tahun 2014 berusia 18-24 tahun atau kelahiran tahun 1998 ke atas. Generasi Z didefinisikan sebagai generasi muda Self Starters, yang memiliki hoby dan mimpinya sendiri, dan berencana mewujudkannya di kemudian hari nanti. Generasi Z memiliki ciri khas ingin mencoba sesuatu yang baru, ingin memulai bisnisnya sendiri dan berencana mewujudkan cita-citanya menjadi pekerjaan yang dapat menghasilkan.
Generasi Z diibaratkan sebagai THE FINAL GENERATION , yang memiliki motto ” Lets Make It Better”. Generasi Z memiliki jiwa enterpreneurship di DNA mereka, sehingga mereka merasa termotivasi untuk terjun ke dunia profesional bahkan di usia mereka yang sangat muda.
Mereka berpikir out of the box dan tidak malas, social natives, menyenangkan, tapi frugal in other way. Mereka adalah generasi yang unik karena sangat connected. Mereka memiliki ketertarikan yang lebih dengan social life, dan berpikir lebih global. Mereka memiliki kebersamaan yang lebih baik daripada generasi millenial. Dan mereka sangat realistic dan sangat human. Itu yang membuat generasi Z menjadi generasi yang sangat berpotensi sukses di kedepannya.

91% of z generation goes to bed with their devices.
And thats why digital marketing should aimed at them.
Dan itu juga mengapa digital marketing telah berubah arah dari yang semula hanya sekedar mengikuti perkembangan tren, menjadi suatu keharusan dan keniscayaan dewasa ini. Karena kita membutuhkannya dan begitu juga generasi di atas kita juga membutuhkannya.
Dunia sudah bergerak, lalu mengapa kita masih diam saja?
Mari berputar mengikuti arus dunia dan rasakan perubahannya.

Related